A.    Miskonsepsi
1.         Definisi Miskonsepsi
Sebelum siswa masuk atau mengikuti proses pembelajaran secara formal di kelas, peserta didik sudah membawa atau memiliki berbagai konsepi dalam benak mereka yang berkaitan dengan sub materi/topik yang akan dipelajari berdasarkan pengalaman sebagai hasil interaksinya dengan alam. Konsepi awal siswa tersebutlah yang kadang-kadang tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuan atau para ahli khususnya dalam bidang fisika yang biasa disebut dengan miskonsepsi atau salah konsep.
Menurut David Hammer dalam Tayubi (2005) mendefinisikan miskonsepsi sebagai “strongly held cognitive structures that are different from the accepted understanding in a field and that are presumed to interfere with the acquisition of new knowledge,” yang berarti bahwa miskonsepsi dapat dipandang sebagai suatu konsepsi atau struktur kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ahli, yang dapat menyesatkan para siswa dalam memahami fenomena alamiah dan melakukan eksplanasi ilmiah.
Suparno dalam bukunya yang berjudul “Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika” berpendapat bahwa miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu (Suparno,2013:4). Begitu pula dengan pendapat Fowler (1987) (dalam Suparno, 2013) yang menjelaskan lebih rinci arti miskonsepsi. Ia memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, kekacauan dalam konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.
2.      Ciri-ciri Miskonsepsi
Beberapa penelitian tentang miskonsepsi dalam fisika (Berg, 1991) mengungkapkan bahwa miskonsepsi itu terjadi secara universal di seluruh dunia dan mengandung fakta-fakta berikut,1). Miskonsepsi sulit sekali diperbaiki 2). Seringkali sisa miskonsepsi mengganggu terus-menerus terutama saat mengerjakan soal-soal yang sulit 3). Sering terjadi regresi, dimana setelah masalah miskonsepsi diperbaiki, suatu saat akan muncul lagi 4). Melalui metode ceramah miskonsepsi tidak dapat diperbaiki 5). Siswa, mahasiswa, guru dan dosen maupun peneliti dapat saja kena miskonsepsi 6). Guru dan dosen tidak mengetahui miskonsepsi yang lazim dialami murid mereka, sehingga tidak berusaha menyesuaikan metode mengajar 7). Baik mahasiswa pandai atau yang lemah sama-sama mengalami miskonsepsi 8). Kebanyakan cara remediasi yang dicoba belum berhasil (Hidayat).
3.      Penyebab Terjadinya Miskonsepsi
Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi pada. Secara garis besar, penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa dapat diringkas menjdi lima kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar (Suparno, 2013: 9).
Menurut Winny dan Taufik, sebab-sebab terjadinya miskonsepsi yaitu kondisi siswa, guru, metode mengajar, buku dan konteks. Secara lebih jelas penyebab dari adanya miskonsepsi adalah sebagai berikut:
a.    Kondisi siswa
Miskonsepsi yang berasal dari siswa sendiri dapat terjadi karena asosiasi siswa terhadap istilah sehari-hari sehingga menyebabkan miskonsepsi.
b.   Guru
Jika guru tidak memahami suatu konsep dengan baik yang akan diberikan kepada muridnya, ketidakmampuan dan ketidakberhasilan guru dalam menampilkan aspek-aspek esensi dari konsep yang bersangkutan, serta ketidakmampuan menunjukkan hubungan konsep satu dengan konsep lainnya pada situasi dan kondisi yang tepat pun dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya miskonsepsi pada siswa.
c.    Metode mengajar
Penggunaan metode belajar yang kurang tepat, pengungkapan aplikasi yang salah serta penggunaan alat peraga yang tidak secara tepat mewakili konsep yang digambarkan dapat pula menyebabkan miskonsepsi pada pikiran siswa.
d.   Buku
Penggunaan bahasa yang terlalu sulit dan kompleks terkadang membuat anak tidak dapat mencerna dengan baik apa yang tertulis di dalam buku, akibatnya siswa menyalahartikan maksud dari isi buku tersebut.
e.    Konteks
Dalam hal ini penyebab khusus dari miskonsepsi yaitu penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama.
Adapun miskonsepsi yang disebabkan oleh siswa yaitu:
a.      Prakonsepsi atau Konsepsi Awal Siswa
Menurut Suparno (2013: 35) prakonsepsi yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran anak sejak lahir tidak diam, tetapi terus aktif untuk memahami sesuatu. Dalam pengertian pieget, pikiran anak terus menyesuaikan diri dengan situasi yang dialami sehingga dapat mengerti apa yang dialami dalam hidup. Sebelum peserta didik masuk atau mengikuti proses pembelajaran secara formal di kelas, peserta didik sudah membawa atau memiliki suatu konsep dalam benak mereka yang berkaitan dengan sub materi/topik yang akan dipelajari sebagai hasil interaksinya dengan alam. Konsep awal siswa tersebutlah yang seringkali mengandung miskonsepsi atau salah konsep.
b.     Pemikiran Asosiatif Siswa
Marshall dan Gilmour (1990) dalam Suparno (2013:36) melaporkan bahwa pengertian yang berbeda dari kata-kata antara siswa dan guru juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Kata ang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran diasosiasikan lain oleh siswa, karena dalam kehidupan mereka kata dan istilah itu mempunyai arti yang lain.
c.      Pemikiran Humanistik
Gilbert, dkk dalam Suparno (2013:36) siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Tingakah laku benda dipahami seprti tingkah laku manusia hidup, sehingga tidak cocok (Suparno,2013:37).
d.     Reasoning yang Tidak Lengkap/Salah
Menurut Comins (dalam Suparno,2005:38), miskonsepsi juga dapat disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Reasoning yang salah dapat terjadi karena logika yang salah dalam mengambil kesimpulan atau generalisasi suatu konsep, sehingga terjadi miskonsepsi. Pengamatan yang tidak lengkap dan teliti pun dapat menyebabkan kesimpulan yang salah.
e.      Intuisi yang Salah
Intuisi yang salah dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Pemikiran atau pengertian intuitif itu biasanaya berasal dari pengamatan akan suatu benda atau suatu kejadian yang terus menerus, akhirnya secara spontan, bila menghadapi persoalan fisika tertentu, yang muncul dalam benak siswa adalah pengertian spontan itu.
f.      Tahap Perkembangan Kognitif Siswa
Dalam tahap perkembangan pemikiran operational concrete, siswa baru dapat berpikir berdasarkan hal-hal yang konkrit,yang nyata dapat dilihat dengan indra. Dalam hal ini, bahan fisika perlu disusun menurut tahap perkembangan kognitif siswa.
g.     Kemampuan Siswa
Kemampuan siswa juga dapat berpengaruh atas terjadinya miskonsepsi pada siswa itu sendiri. Siswa yang kurang mampu dalam pelajaran fisika, sering mengalami kesulitan dalam menangkap konsep yang benar dalam proses belajar. Secara umum, siswa nyang integansi matematis-logisnya rendah, akan mengalami kesulitan dalam menangkap konsep-konsep fisika. Siswa yang memiliki IQ yang rendah juga dapat mengalami miskonsepsi.
h.     Minat Siswa

Berbagai studi menunjukkan bahwa minat siswa terhadap fisika juga berpengaruh pada miskonsepsi. Secara umum dapat dikatakan, siswa yang berminat pada fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada siswa yang tidak berminat pada fisika (Suparno,2013:41).